Ekonomi China Krisis, Luhut Wanti-wanti Hal Ini

Jakarta –

Presiden Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyoroti perekonomian Tiongkok yang berada dalam situasi kritis. Ia mengingatkan hal ini akan berdampak besar terhadap perekonomian Indonesia.

Luhut mengatakan, saat ini pemerintah China mengucurkan dana stimulus secara besar-besaran sebesar US$3,4 triliun (kurs Rp 54,06 kuadriliun). Angka tersebut merupakan 19% dari produk domestik bruto (PDB) negara tirai bambu tersebut.

Menurut dia, hal ini akan menimbulkan situasi kelebihan pasokan, atau pasokan produk industri melebihi permintaan, sehingga produk tersebut dapat membebani negara mitra seperti Indonesia.

Bisa dibayangkan dampaknya apa? Tawarannya mungkin terlalu besar, bahkan mungkin dibuang begitu saja, kata Luhut dalam acara ASN Talent Academy Explore di Kantor Badan Administrasi Negara (LAN), Jakarta Pusat, Senin (12 /02). . /2024).

Saat ini, perekonomian Tiongkok sedang melemah. Dalam materi pemaparan yang disampaikan Luhut, pertumbuhan ekonomi China pada kuartal I 2024 tercatat sebesar 5,3%. Angka tersebut akan turun menjadi 4,7% pada triwulan II tahun 2024 dan menjadi 4,6% pada triwulan III tahun 2024.

“Pemerintah China banyak memberikan stimulus karena situasi ekonomi sedang tidak baik. Sekarang situasi ekonomi sangat-sangat buruk,” ujarnya.

“Karena di provinsi, di daerah, mereka tidak bisa menjual tanah, tidak bisa berhutang, sehingga perekonomiannya tertahan. Tapi sekarang sedang mengeluarkan stimulus,” imbuhnya.

Namun, Tiongkok merupakan mitra dagang penting Indonesia. Menurut Luhut, keberadaannya membuat Indonesia bisa mencapai posisinya saat ini melalui investasi teknologi dan sumber daya manusia, khususnya pertambangan di ujung rantai produksi.

Menurutnya, dengan situasi seperti ini, Indonesia harus sangat berhati-hati terhadap hal tersebut. Selain itu, Indonesia juga sekaligus menghadapi berbagai tantangan jangka menengah yang tidak kalah besarnya dengan ketahanan pangan global.

“Kita harus lihat bagaimana. Beras kita bagaimana, gula kita bagaimana. Jadi saya usulkan, tapi tidak disetujui. Iya, Pertamina ambil contohnya etanol di Brazil. Sebab, dan kita impor. Tapi kata mereka , bahwa mereka ingin melakukannya di tempat lain.

Begitu pula dengan transisi ekonomi rendah karbon. Menurutnya, Indonesia sudah sangat baik dalam hal ini, memiliki potensi energi terbarukan beberapa ribu gigawatt, mulai dari panas bumi hingga tenaga air. (SHC/RRD)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top