Jakarta –
HSBC Global Private Banking (HSBC GPB) memperkirakan rata-rata pertumbuhan ekonomi tahun ini di enam negara teratas ASEAN, termasuk Indonesia, bisa mencapai 4,8%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN sebesar 4,4% dan rata-rata pertumbuhan global sebesar 2,7%.
Chief Investment Officer (CIO) Southeast Asia and ASEAN for Private Banking and Wealth Management HSBC, James Cheo, mengatakan pertumbuhan ini didorong oleh kuatnya konsumsi domestik dan investasi. Sekitar 60% total perekonomian ASEAN berasal dari konsumsi masyarakat.
Secara khusus, James memperkirakan perekonomian Indonesia pada tahun 2025 akan didukung oleh investasi pemerintah dalam pembangunan infrastruktur, diversifikasi internasional, dan konsumsi domestik yang kuat.
“Perekonomian Indonesia kemungkinan akan mengalami investasi yang signifikan di bidang infrastruktur dan permintaan domestik yang sehat,” kata James pada HSBC Media Briefing: Indonesia & Asia (Investment & Economic) Outlook 2025, Kamis (8/1/2025).
Selain itu, menurutnya, situasi manufaktur di Indonesia yang tercermin pada Indeks PMI (PMI) sudah menunjukkan tanda-tanda pemulihan awal. Guna mendorong pertumbuhan ekonomi di masa depan.
“Yang menggembirakan, inflasi diperkirakan akan tetap berada di bawah target Bank Indonesia sebesar 2,5%, dan kebijakan moneter yang hati-hati akan memberikan landasan pertumbuhan yang stabil,” jelasnya.
Ia kemudian memperkirakan anggaran pemerintah akan tetap di bawah 3% PDB. Untuk memungkinkan pemerintah mempertahankan anggaran infrastruktur dan belanja sosial.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar sepanjang tahun akan terus mengalami tekanan dan bertahan di kisaran Rp16.000. Namun, menurut dia, nilai rupee hingga akhir tahun tidak akan mengalami perubahan signifikan.
“Meski nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan tertekan seiring penguatan dolar AS. Kami tetap bullish terhadap rupiah karena imbal hasil yang menarik. Kami perkirakan USD-IDR akan mencapai Rp 16.300 pada akhir tahun ini. tahun ini,” kata James.
HSBC juga memperkirakan Bank Indonesia akan melakukan tiga kali pemotongan suku bunga pada tahun 2025. Jumlahnya 35 basis poin pada kuartal pertama dan 50 basis poin pada kuartal kedua.
Dengan demikian, suku bunga acuan akan turun menjadi 5,25% di bulan Juni dari saat ini 6. Penurunan BI rate di awal tahun ini memperkuat usulan kami untuk lebih banyak berinvestasi pada obligasi rupiah dan obligasi senior yang diterbitkan BUMN, jelasnya.
Sementara itu, Head of Economics HSBC di India dan Indonesia, Pranjul Bhandari mengatakan, sejauh ini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi dalam negeri pada triwulan III tahun 2024 yang masih berada pada kisaran 4,9%.
“Angka PDB terakhir yang kami dapatkan adalah 4,9% pada kuartal September. Jadi ada sedikit peningkatan, yang menurut saya berarti di saat pertumbuhan di banyak negara lain sedang rendah,” ujarnya.
Namun berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini, menurut Presiden Prabowo Subianto, target mencapai 8% akan sulit tercapai dalam waktu dekat.
“Jadi kalau angka pertumbuhan 8% itu sudah saya bahas sejak lama. Saya kira angka itu adalah target yang menantang. mengejar nomor itu.”, kata Pranjul.
Untuk mencapai tujuan tersebut, menurutnya, pemerintah saat ini harus memperkuat program-program yang dapat memberi nilai tambah pada barang-barang Indonesia, seperti berikut ini. Selain itu, industri dalam negeri juga perlu diperkuat, terutama untuk produk-produk ekspor andalan Indonesia.
“Saya kira kebijakan moneter dan stimulus moneter saja tidak cukup untuk mendorong pertumbuhan ke level tersebut. Reformasi struktural akan sangat diperlukan, terutama untuk memperbaiki rantai nilai dan memperluas hilir,” jelas Pranjul.
“Indonesia telah berhasil bertransformasi dari eksportir bahan mentah menjadi menciptakan nilai dengan memproduksi produk logam dan menjualnya. Namun Indonesia kini perlu naik ke tingkat yang lebih tinggi dalam rantai nilai, seperti baterai untuk kendaraan listrik (EV) dan kendaraan listrik. (EV) ), dan “barang berbagai barang konsumsi, seperti sepatu, furnitur, mainan, dan produk lainnya sudah dijual di Amerika Serikat dalam skala besar. Namun ini perlu diperluas lebih lanjut,” jelasnya. (fdl/fdl)