Jakarta –
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menargetkan proyeksi penjualan mobil di bawah 1 juta unit pada tahun ini. Angka tersebut diperoleh karena terdapat beberapa tantangan tambahan pada kenaikan pajak dibandingkan tahun sebelumnya.
Tantangan pertama terkait kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen. Seluruh mobil di Indonesia termasuk dalam kategori Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Oleh karena itu, ini termasuk barang-barang yang terutang PPN sebesar 12 persen.
Namun Sekjen Gaikindo Kukuh Kumara mengatakan kenaikan PPN dari 11 menjadi 12 persen bukanlah faktor terpenting. Sebab mayoritas masyarakat Indonesia membeli barang secara kredit.
Faktor rumitnya terkait dengan opsi perpajakan. Kompensasi ini diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Undang-undang menjelaskan, opsen merupakan pungutan pajak tambahan berdasarkan persentase tertentu.
“Kita tidak duduk bersama untuk menetapkan target tahun 2025, kita tidak menghitungnya secara detail, kalau saja tahun lalu kita tidak punya peluang satu juta, kita tidak akan mendapatkannya. Tahun ini kita berharap dengan model baru dan sebagainya, dan pengembangan kemampuannya ditunda, kita “kalau mau optimis, jumlahnya sekitar 900 (ribu),” kata Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara dalam bangunan dari Kementerian Perindustrian, Selasa (14 Januari 2025).
“Tetapi jika opsi ini diterapkan, kita bisa menurunkan harga lebih rendah lagi.” Penurunannya mungkin kembali ke masa pandemi, mungkin 650-700 ribu (ribu unit). Ya, itu sulit,” tambahnya.
Kementerian Perindustrian menyebutkan sudah ada 25 provinsi yang memberikan keringanan pajak. Namun hal ini bersifat sementara atau tidak permanen.
Hal ini menyusul setelah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menerbitkan Surat Edaran Nomor 900.1.13.1/6764/SJ pada 20 Desember 2024. Peraturan tersebut mewajibkan gubernur memberikan keringanan atau pengurangan dasar pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Opsen PKB, dan Opensen BBNKB.
“Kami mendapat informasi bahwa ada beberapa penundaan dan kelonggaran dari pemerintah daerah (pemerintah daerah) untuk menunda pelaksanaan opsi PKB dan BBNKB. Saat ini sudah ada 25 provinsi yang memberikan pengecualian untuk opsi PKB dan BBNKB,” kata Sethia Darta. dalam diskusi prospek industri otomotif tahun 2025 dan pilihan insentif pemerintah pada Forum Jurnalis Industri, di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Terkait prospek 2025, Pengamat Otomotif LPEM UI Riyanto juga mengatakan pasar mobil Indonesia tidak akan mencapai 1 juta unit. Berdasarkan perhitungannya, efek peluang pajak bisa menaikkan harga sebanyak 6 persen.
“Kalau kita menggunakan elastisitas permintaan mobil sebesar 1,5. Kenaikan harga sebesar 6 persen akan mengurangi permintaan sebesar 9 persen. Saya mensimulasikannya dibandingkan dengan pekerjaan kami yang biasa. Kami perkirakan penjualan tahun depan kalau ada peluang masih di bawah Rp 1 juta,” kata Rianto dalam kesempatan yang sama.
“Slide selanjutnya: perkiraan kita sekitar 899 (ribuan unit). Namun jika opsi itu dilaksanakan, maka hanya 815 ribu saja. Penurunan sebesar 9 persen. Itulah dampak dari dampak pilihan tersebut. Untungnya, beberapa provinsi dan wilayah metropolitan menyatakan akan melakukan relaksasi jika semua ini diterapkan. Ini penting. “Jika ini terus berlanjut, mereka juga akan dirugikan,” tambahnya.
“Mungkin masyarakat beralih, misalnya DKI tidak, beli di DKI, KTP DKI, kehilangan potensi pajak di daerahnya masing-masing. Mungkin daerah tidak melakukan bersama-sama,” jelasnya lagi. Simak videonya “Video : Tarif pajak progresif baru untuk kendaraan di Jakarta, berlaku mulai hari ini” (Rial/Kering)