Jakarta –
Bisnis perjalanan di kota Palma, Spanyol, memprotes peraturan yang melarang kelompok wisatawan untuk dibagi menjadi kelompok yang lebih kecil. Mereka khawatir pendapatan akan menurun dan biaya perjalanan meningkat.
Dilaporkan dari Buletin Harian Majorca, Rabu (3/12/2024) Association Proguas Turísticos de Pimem, sebuah kelompok bisnis agen perjalanan yang dipimpin oleh Aviba, ikut memprotes rancangan peraturan teritorial baru yang diusulkan kota Palma.
Peraturan tersebut masih dalam tahap awal dan perlu pengujian lebih lanjut sebelum berlaku mulai Maret 2025. Aturan tersebut akan membatasi jumlah peserta rombongan wisata jalan kaki berpemandu dalam kota maksimal 20 orang.
Perwakilan industri pariwisata berpendapat bahwa pembatasan tersebut akan membuat operasi mereka tidak menguntungkan. Serta mengusulkan solusi berupa pengendalian arus wisatawan untuk mencegah kepadatan berlebih.
Dalam konferensi pers, presiden Proguas Turísticos BL Rosales dan presiden Aviba Pedro Fiol mengkritik peraturan yang direncanakan dan menyatakan ketidakpuasannya dengan kurangnya konsultasi dengan pemangku kepentingan industri oleh dewan kota.
Awal tahun ini, Dewan Kota Palma mengajukan rancangan peraturan yang tidak mencakup pembatasan tur berpemandu. Oleh karena itu, dimasukkannya pembatasan ini dalam proposal akhir yang dirilis minggu lalu merupakan kejutan bagi banyak pelaku bisnis.
Ia merasa tidak dihargai saat mengetahui keputusan tersebut dari media. Rosales mempertanyakan alasan di balik keputusan tersebut.
“Mengapa membahas pariwisata berkelanjutan jika keputusan sepihak diambil tanpa memahami dinamika sektor pariwisata?” kata Rosell.
Asosiasi tersebut juga mencatat bahwa banyak tur wisata melayani rombongan besar yang datang dengan bus berisi 50 hingga 55 orang. Membagi kelompok menjadi kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan maksimal 20 orang akan memaksa perusahaan untuk mempekerjakan lebih banyak pemandu, misalnya tiga pemandu per kelompok, yang menurut mereka tidak layak secara operasional dan finansial.
Selain itu, mereka menyoroti tantangan dalam merekrut pemandu yang memadai, terutama mereka yang mahir dalam bahasa tertentu.
Rosales juga mengkritik inkonsistensi dalam kebijakan kota tersebut, dengan menyebutkan bahwa demonstrasi besar-besaran diadakan di tempat-tempat populer seperti Parque de la Mar, yang berlangsung kira-kira setiap dua minggu.
Ia mempertanyakan mengapa acara besar dianggap bermanfaat bagi masyarakat, sementara kelompok pendampingan yang lebih kecil dianggap sebagai penyebab kepadatan.
Asosiasi berpendapat, permasalahan sebenarnya terletak pada pengelolaan arus wisatawan, bukan pembatasan jumlah peserta tur. Mereka mengusulkan koordinasi yang lebih baik untuk menghindari kerumunan di satu area sekaligus dengan menggunakan aplikasi seluler untuk mempermudah prosesnya.
“Siapa pun yang memahami sektor ini tahu bahwa solusinya terletak pada redistribusi arus wisatawan, bukan pada pembatasan ketat,” tegas Rosell.
Melanjutkan, Fiol juga memperingatkan bahwa kebijakan tersebut akan meningkatkan biaya perjalanan secara signifikan.
Harga tiket tur yang saat ini berkisar antara 25 Euro (Rs 400 ribu) hingga 40 Euro (Rs 600 ribu), dapat meningkat menjadi 65 (Rs 1 juta) hingga 80 Euro (Rs 1,3 juta), seiring kenaikan biaya Pemandu all-in -satu biaya
Dia khawatir kenaikan harga akan membuat wisatawan enggan memesan tur berpemandu. Sebagai alternatif, wisatawan dapat memilih untuk mengunjungi Palma secara mandiri menggunakan angkutan umum atau mobil sewaan, yang justru akan menyulitkan pengelolaan arus wisatawan di kota tersebut. Simak video “Fakta Pemerkosaan Turis China yang Dilakukan Pemandu Wisata di Bali” (upd/fem)