Obat Setelan Beri Efek ‘Cespleng’, Tapi Bisa Bikin Lambung Bocor!

Jakarta –

Tindakan terhadap apotek di Cilegon, Banten yang disebut telah menghapus kemasan asli obat tersebut, menjadi bukti masih banyak “obat bulu” yang beredar di pasaran. Obat yang dilindungi adalah kombinasi obat yang dikemas dalam plastik tidak bermerek atau dipasarkan dengan nama merek yang tidak terdaftar dengan izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA).

Umumnya dalam satu kemasan terdapat tiga hingga empat obat yang belum diketahui indikasi dan kandungannya. Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Muda, Prof. Zullies Ikawati, memperingatkan risiko kebocoran lambung akibat penggunaan “obat pengikat” dalam jangka panjang.

Tidak mengherankan jika banyak orang mengaku merasakan efek yang lebih baik dalam beberapa jam atau bahkan menit setelah mengonsumsi obat. Sebab sebagian besar obat yang diberikan adalah steroid dengan dosis tinggi.

Obat-obatan umumnya dikemas dan dijual untuk obat nyeri radang, asam urat, rematik, sakit gigi, nyeri linu dan lain-lain dan biasanya mengandung obat anti inflamasi, golongan steroid atau nonsteroid seperti deksametasan, metilprednisolon,

“Bagaimana efeknya tidak ‘cespleng’?” Karena mereka memberikan obat ganda, terutama ditambah obat pereda nyeri dan obat pereda nyeri lainnya, seperti piroksikam, ibuprofen, diklofenak dan antalgin, sehingga orang yang menggunakan obat ini memang merasa bahwa obat ini “cespleng”, sehingga saya tertarik untuk menggunakannya kembali bila Anda menjumpai masalah yang sama,” katanya.

Faktanya, penggunaan obat yang tepat dalam jangka panjang bisa berakibat fatal. Profesor Zullies mengatakan ada yang dibawa ke rumah sakit setelah mengonsumsi obat tersebut.

Pasien datang dengan gangguan lambung seperti iritasi dan kebocoran lambung, serta pendarahan lambung. Beberapa juga menderita osteoporosis, dan kadar gula serta tekanan darah meningkat.

Prof. Zullies juga mengingatkan, keamanan dan mutu obat yang dikonsumsi tidak menjamin keamanan dan mutu, termasuk tanggal kadaluwarsa obat tersebut. Daripada merugikan tubuh dengan obat-obatan, masyarakat diminta berobat secara formal dengan berkonsultasi ke dokter melalui klinik, puskesmas, atau fasilitas kesehatan terdekat.

“Sehingga kita benar-benar mendapatkan dosis dan indikasi obat yang tepat sesuai dengan diagnosis penyakitnya,” pungkas Prof. Zullies.

Obat jas masih banyak dijual di kedai kopi dan toko jamu, obat jenis ini juga bisa dijual secara online melalui banyak e-commerce dengan harga yang relatif murah. Dari 3 ribu hingga 35 ribu Rp. Simak video “Video: BPOM Cek Obat Herbal Berbahaya Pemicu Jantung, Ini Daftarnya” (naf/kna)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top