Menang Di WTO, Pemerintah Indonesia Harus Segera Bertindak

Jakarta –

Pemerintah Indonesia harus bertindak cepat dan mengikuti keputusan WTO terkait keberhasilan Indonesia dalam sengketa kelapa sawit Indonesia dengan UE. Keputusan WTO harus dilakukan secara hati-hati dalam setiap perubahan peraturan, untuk memastikan bahwa langkah tersebut konsisten dengan keputusan dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh DSB (dispute settlement body) WTO terkait kelapa sawit di Indonesia.

Fokus utama penyelesaian sengketa ini adalah praktik diskriminatif yang dialami Indonesia. Pemerintah tidak perlu ragu untuk mengambil langkah-langkah lain, termasuk menerapkan proses panel kepatuhan, jika diperlukan.

Hal ini untuk memastikan bahwa UE benar-benar memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan WTO. Putusan yang dihasilkan DSB WTO tidak hanya memberikan legitimasi terhadap posisi Indonesia dalam sengketa tersebut, namun juga menjadi alat strategis untuk memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan Indonesia-European Comprehensive Economic Partnership Agreement (EU-CEPA).

Oleh karena itu, kemenangan ini tidak hanya menunjukkan keberhasilan dalam memperjuangkan keadilan hukum internasional, namun juga membuka peluang besar untuk membangun hubungan perdagangan yang adil dan saling menguntungkan di masa depan.

Awal mula perselisihan di WTO terjadi pada bulan Desember 2019, Indonesia secara resmi mengajukan pengaduan terhadap UE melalui Forum Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan nomor perkara DS593 yang bertajuk EU mengupayakan tindakan terhadap minyak sawit dan biofuel berbasis minyak. . Gugatan ini diajukan sebagai respons terhadap serangkaian kebijakan UE yang dianggap membatasi akses pasar produk minyak sawit Indonesia, khususnya penggunaannya sebagai bahan baku biofuel.

Kebijakan tersebut mencakup Petunjuk Energi Terbarukan II (Red II) dan aturan pelaksanaannya yang diatur oleh otoritas yang didelegasikan, dan pedoman serupa yang ditetapkan oleh Perancis.

Kebijakan Red II dan Legal Resmi merupakan kebijakan perlindungan yang paling berbahaya di Indonesia. Arahan energi terbarukan II (Red II) dan kebijakan regulasi yang diamanatkan yang diadopsi oleh UE dapat digolongkan sebagai perlindungan tersembunyi di balik wacana perlindungan lingkungan.

Kebijakan ini sangat membatasi akses pasar minyak sawit Indonesia sebagai bahan baku biofuel. Pembatasan tersebut antara lain pembatasan penggunaan biofuel berbasis kelapa sawit hingga 7%, penggunaan kriteria risiko untuk mengubah tingginya risiko ILUC, dan penggunaan sumber daya untuk menghilangkan biofuel berbasis kelapa sawit. minyak (selesai).

Terakhir, Indonesia memenangkan UE

Pada tanggal 10 Januari 2025, Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (DBS WTO) secara resmi mengumumkan keputusannya atas perselisihan antara Indonesia dan UE. Dalam keputusan tersebut, DSB menegaskan kepada WTO bahwa UE telah melakukan praktik diskriminatif terhadap produk berbahan dasar minyak sawit asal Indonesia.

Pernyataan ini tertuang dalam laporan hasil keputusan panel WTO, yang merupakan bukti resmi adanya pelanggaran aturan perdagangan internasional oleh UE. Keputusan ini memperkuat klaim Indonesia bahwa kebijakan UE terhadap kelapa sawit melanggar prinsip non-diskriminasi sebagaimana diatur dalam Kerangka Hukum WTO.

Ariawan Gunadikar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional mengulas video “Video UE tentang perayaan senjata di Gaza: Perjanjian harus permanen” (Ang / Ang)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top