Geger Kelompok Nelayan Ngaku Bikin Pagar 30 Km di Laut Tangerang

Jakarta –

Tembok sepanjang 30,16 km di perairan Kabupaten Tangerang ini konon dibangun oleh kelompok nelayan bernama Jaringan Rakyat Pantura (JRP). Dugaan ini muncul setelah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menutup pagar laut, karena tidak memiliki izin pengusahaan laut (KKPRL).

Koordinator JRP Sandi Martapraja di TangerAng mengatakan, tembok laut dibangun untuk mencegah erosi. Dia mengklaim tanggul laut yang dibicarakan sebenarnya dibangun oleh masyarakat setempat.

Tanggul laut yang membentang di sepanjang pantai utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun oleh masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi, kata Sandi dikutip Antara, Senin (13/11/2025).

Menurut Sandi, tanggul laut berfungsi seperti tanggul laut. Jaringan laut dengan struktur fisik mempunyai fungsi yang sangat penting dalam prakiraan bencana.

Ia menjelaskan beberapa keunggulan pelabuhan laut. Pertama, mengurangi dampak gelombang besar, melindungi wilayah pesisir dari gelombang tinggi yang dapat merusak infrastruktur dan kerusakan pesisir.

Kedua, pencegahan erosi, pencegahan erosi tanah di wilayah pesisir yang dapat merusak ekosistem dan pemukiman. Kemudian mengurangi risiko terjadinya tsunami, meskipun tsunami tidak dapat dikendalikan sepenuhnya.

Ia menambahkan, jika kondisi tanggul laut bagus, maka area sekitar pagar bambu bisa dijadikan kolam ikan. Hal ini memberikan peluang dan manfaat ekonomi baru bagi masyarakat setempat.

“Kolam di dekat tanggul juga bisa dijaga untuk menyeimbangkan ekosistem. Bendungan ini dibangun atas inisiatif masyarakat sekitar yang peduli terhadap risiko kerusakan lingkungan,” kata Sandi.

Sandi menjelaskan, pendanaan pembangunan tanggul laut berasal dari masyarakat sendiri. Ia mengatakan, masyarakat sudah pulih untuk membangun kembali.

Menurutnya, masyarakat di desa tersebut baru pertama kali memulainya. Baru kemudian masyarakat dari desa lain mengikuti.

“Iya (masyarakat setempat) investasi bersama memang seperti itu ya memang kalau 30 KM masyarakat (bangun), pimpinan kita, di mana masyarakat yang mampu? Tapi coba, kalau begitu, saatnya dia. saatnya membangun gotong royong, gotong royong investasi dan segala macamnya,” kata Sandi kepada AFP.

Namun, dia belum bisa memastikan berapa besaran uang yang diberikan masing-masing desa. Karena itu, Sandi belum bisa memperkirakan besaran dana yang dibutuhkan untuk membangun tanggul laut tersebut.

Ia juga menjelaskan, pembangunan tidak hanya terbatas pada nelayan di setiap desa. Namun, juga masyarakat setempat. “Mungkin kelompok dari desa ini. Ya, komunitas lain mungkin bisa membangun hal seperti itu.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) buka suara menanggapi pernyataan kelompok nelayan tersebut. Direktur Penataan Ruang CKP Suharyanto mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum menerima informasi terkait hal tersebut. Ia mengaku baru mendapat kabar dari media.

Namun, saat Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten melakukan peninjauan ke lokasi untuk mencari dalang pembangunan tersebut, Suharyanto mengaku tidak menemukan informasi terkait klaim tersebut.

“Keberadaannya memang baru di media. Namun saat Dinas KP mendatangi lokasi dan mencari informasi pemiliknya, tidak ditemukan informasinya,” kata Suharyanto kepada AFP.

Suharyanto menjelaskan, meski pagar tersebut dibangun oleh masyarakat, namun tetap memerlukan izin dari KKP. Hal ini tertuang dalam undang-undang.

Ia juga menegaskan, aturan tersebut tidak berlaku bagi pemanfaatan laut tanpa KKPRL memiliki izin dari KKP. Namun sejauh ini pihaknya belum mendapat persetujuan dari kelompok masyarakat.

“Iya benar (perlu persetujuan PKC)

Simak Videonya: Inilah Bentuk Misterius Laut Tangerang yang Kini Ditutup PKC

(ACD/ACD)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top