Jakarta –
Masalah depresi telah menjadi isu nasional di Korea Selatan dalam satu dekade terakhir karena jumlah kasusnya yang terus meningkat. Banyak orang menarik diri dari alam terbuka dan menghabiskan waktu berbulan-bulan di rumah.
Untuk mengatasinya, Pemerintah Metropolitan Seoul, Korea Selatan, telah menyiapkan rencana untuk mengatasi “epidemi kesepian” ini. Diketahui, program tersebut dikucurkan dana sebesar 451,3 miliar won atau sekitar Rp 5 triliun.
Seperti diketahui, ribuan warga Korea Selatan yang sebagian besar berusia lanjut meninggal setiap tahunnya. Terkadang butuh waktu berhari-hari hingga berminggu-minggu untuk menemukannya karena mereka terpisah dari keluarga dan kerabatnya.
Dalam bahasa Korea, peristiwa tersebut dikenal dengan istilah ‘godoksa’ atau kematian secara alami.
Pemerintah Kota Seoul akan menggelontorkan dana sebesar Rp5 triliun untuk menciptakan suasana kota agar warganya tidak lagi merasa kesepian.
Selama lima tahun ke depan, program ini akan menyediakan konselor kesepian yang dapat dihubungi 24 jam sehari, dengan kunjungan tatap muka dan konsultasi.
“Ketidaktahuan dan kecemasan bukan hanya masalah individu, tapi tugas sosial yang harus diselesaikan bersama,” jelas Walikota Oh Se-hoon, seperti dilansir CNN.
Selain itu, Seoul juga berencana memberikan layanan psikologis dan memperluas Ruang Terbuka Hijau (RTH), serta menyediakan makanan bergizi bagi warga lanjut usia dan lanjut usia. Berbagai kegiatan akan diberikan untuk mendorong masyarakat bersosialisasi, seperti berkebun, olah raga, dan lain-lain.
Berikutnya: Mengapa warga Korea Selatan kesepian
(jadi/suc)