Lingkaran Setan Deflasi 5 Bulan Beruntun, Sengeri Ini Dampaknya

Jakarta —

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia kembali mengalami deflasi pada September 2024 hingga mencapai 0,12% pada bulan tersebut. Ini merupakan deflasi berturut-turut selama 5 bulan terakhir.

Lebih tepatnya, IHK turun dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada September 2024. BPS juga mencatat inflasi tahunan sebesar 1,84% dan inflasi year-to-date sebesar 0,74%.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Kebijakan Publik, Sutrisno Iwantono mengatakan, deflasi selama lima bulan berturut-turut bisa terjadi karena tiga kemungkinan. Pertama terkait dengan menurunnya daya beli masyarakat.

Ada beberapa kemungkinan penyebab deflasi, pertama daya beli masyarakat menurun, kata Sutrisno saat berbincang dengan ANBALI NEWS, Selasa (8/10/2024).

Artinya kalau daya beli masyarakat turun berarti permintaan barang dan jasa turun karena masyarakat tidak bisa berbelanja. Jadi akibatnya harga turun karena masyarakat yang membeli lebih sedikit, jelasnya lagi.

Selain itu, Sutrisno menuturkan kemungkinan penyebab deflasi lainnya adalah turunnya harga barang, khususnya pangan. Misalnya nasi, telur, ayam dan lain sebagainya.

Kemungkinan ketiga, pencatatannya tidak akurat. Artinya ada beberapa pihak yang menuntut agar angka inflasi tidak terlalu tinggi. Tidak realistis kalau angka-angka itu dipermainkan, jelas Sutrisno.

Sutrisno mengatakan, jika deflasi ini benar-benar terjadi karena kemungkinan pertama yakni penurunan daya beli, maka kondisi tersebut bisa berdampak pada penurunan permintaan barang dan jasa.

– Jika disebabkan oleh turunnya permintaan, maka tentu saja permintaan terhadap produksi barang tersebut juga akan turun. Hal ini akan menyebabkan bisnis menjadi rileks, katanya.

Menurut dia, menurunnya permintaan barang dan jasa dapat menyebabkan ekosistem dunia usaha di dalam negeri semakin lesu dan berpotensi menimbulkan banyak PHK. Hal ini terjadi di beberapa sektor komersial atau industri seperti tekstil, alas kaki, elektronik dan industri manufaktur lainnya.

“Misalnya sektor tekstil yang meliputi pakaian, alas kaki, dan produk sejenis alas kaki lainnya yang banyak mengalami tantangan,” kata Sutrisno.

“Jadi PHK di industri itu cukup besar. Lalu ada yang bekerja di bidang elektronik, tungku gas, atau manufaktur. Banyak banget yang kesusahan,” jelasnya lagi.

Simak: Video Respons Jokowi Terhadap Deflasi 5 Bulan Berturut-turut (fdl/fdl)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top