Mengejar Lagi Swasembada Pangan, Bisakah Terwujud di Era Prabowo?

Jakarta –

Swasembada pangan memang menjadi salah satu tujuan utama Indonesia, terutama dalam upaya menjamin ketersediaan pangan nasional tanpa bergantung pada impor. Upaya mencapai swasembada pangan menjadi fokus utama berbagai pemerintahan dari masa ke masa, mulai dari era Presiden Soeharto hingga Joko Widodo (Jokowi).

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman membandingkan capaian swasembada pangan era Presiden Jokowi dengan capaian era Presiden Soeharto. Menurutnya, capaian keduanya sama-sama luar biasa dan berhasil memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

“Swasembada era pemerintahan sekarang (Presiden Jokowi) tiga kali 2017-2019 dan 2020 dan rata-rata impor beras dengan rasio penduduk 200 juta (orang) tidak ada. Artinya apa? luar biasa kalau kita mau bandingkan dengan tahun 1984. “Saya kira kebijakan pangan Pak Harto sudah bagus sekali, dan pemerintahan saat ini juga bagus sekali,” kata Amran dalam keterangannya di Jakarta, dikutip dari Antara. DI ANTARA

Amran mengacu pada definisi swasembada yang digunakan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO). Berdasarkan peraturan FAO tahun 1999, suatu negara dikatakan swasembada jika produksinya mencapai 90 persen kebutuhan nasional.

Itu adalah Soeharto

Pada tahun 1984, pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto, Indonesia mencapai swasembada beras yang diakui oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Bahkan, saat itu Indonesia berhasil menyumbangkan 100.000 ton beras untuk membantu korban kelaparan di beberapa negara Eropa.

Pencapaian ini merupakan hasil dari upaya swasembada pangan yang telah dilakukan sejak tahun 1973. Pada tahun 1970-an dan 1980-an, pemerintah banyak berinvestasi pada infrastruktur pertanian, seperti pembangunan bendungan, waduk, dan irigasi.

Selain itu, teknologi pertanian mulai diperkenalkan dan disebarluaskan di kalangan petani melalui kegiatan penyuluhan. Pemerintah menempatkan penyuluh pertanian di tingkat desa dan membentuk kelompok tani. Salah satu program khas era Orde Baru adalah kelompencapir (kelompok pendengar, pembaca, pemirsa) yang menjadi wadah dialog langsung antara petani, nelayan, dan peternak dengan menteri atau bahkan Presiden Soeharto.

Pada era Soeharto, kebijakan pembangunan pertanian terfokus pada pemenuhan kebutuhan pangan pokok tanpa bergantung pada impor. Pemerintah menunjukkan tekad yang kuat untuk mencapai swasembada beras melalui kebijakan, program, dan penyediaan sumber daya manusia dan dana yang memadai. Akademisi pertanian dilibatkan untuk mendukung program ini baik di lapangan maupun di lembaga penelitian.

Selain sumber daya manusia dan keuangan, masyarakat khususnya petani juga dimobilisasi untuk meningkatkan produksi pertanian. Saat ini, Indonesia mendapat manfaat dari bibit unggul program revolusi hijau yang diadopsi secara serius oleh Soeharto. Kebijakan ini dilakukan melalui penyediaan sumber daya manusia, dana, dan mobilisasi massa.

Berkat program pertanian era Soeharto, Indonesia yang sempat menjadi salah satu importir beras terbesar pada tahun 1966 berhasil mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Dari produksi beras sebesar 12,2 juta ton pada tahun 1969, Indonesia berhasil meningkat. produksi menjadi 25,8 juta ton pada tahun 1984, cukup untuk kebutuhan pangan nasional.

Itu adalah Jokowi

Selama satu dekade kepemimpinannya, Presiden Jokowi menjadikan kedaulatan pangan sebagai salah satu janji kampanyenya yang tetap menjadi prioritas. Sejak periode pertamanya, Jokowi telah berjanji mewujudkan kedaulatan pangan.

Meski begitu, Jokowi menilai upaya pemerintah untuk mencapai swasembada pangan memerlukan proses yang panjang karena menghadapi tantangan iklim dan perubahan iklim.

“Ini proses yang panjang, tentu saja swasembada pangan. Tak hanya itu, kadang bagus, lalu turun lagi karena cuaca yang tidak menentu, kata Jokowi seperti dikutip Antara.

Ia menambahkan, ketika produksi pertanian meningkat, justru turun lagi akibat fenomena iklim seperti El Niño dan El Nina. Menurutnya, faktor iklim sangat mempengaruhi produktivitas pertanian tidak hanya di Indonesia, tapi di seluruh negara di dunia.

“Saya pikir cuaca sangat mempengaruhi produktivitas di semua negara dan dalam beberapa tahun terakhir negara-negara yang biasanya memproduksi berlebih juga mengalami penurunan tajam,” ujarnya.

Di bawah kepemimpinannya, Jokowi mencanangkan beberapa program dan kebijakan untuk meningkatkan ketahanan pangan, antara lain modernisasi sektor pertanian, pembangunan infrastruktur, dan diversifikasi pangan.

Modernisasi Agraria

Pemerintah berjanji untuk meninggalkan pola pertanian lama yang identik dengan tenaga kerja manual, dan menggantinya dengan pendekatan teknologi yang lebih modern. Teknologi ini memungkinkan para petani masa kini dapat bekerja tanpa harus menyentuh tanah secara langsung.

Contoh penerapan modernisasi di bidang pertanian adalah penggunaan alat tanam modern dan sistem hidroponik. Melalui teknologi ini, para petani milenial meski memiliki lahan terbatas, bisa memperoleh penghasilan signifikan hingga ratusan juta rupee. Dengan menerapkan Internet of Things (IoT) dan sistem hidroponik yang dapat dikontrol dari jarak jauh melalui perangkat Android, para petani dapat mengurangi kebutuhan untuk melakukan pekerjaan kotor.

Pemerintah juga berkolaborasi dengan petani milenial dan pelajar dalam upaya peningkatan produksi dan antisipasi darurat pangan, tidak hanya memperhatikan aspek teknologi, tetapi juga pengembangan sumber daya manusia. Dengan demikian, para petani muda yang memiliki visi luas dan pemahaman teknologi yang lebih baik diharapkan dapat memberikan kontribusi penting dalam proses modernisasi pertanian Indonesia.

Upaya menarik minat generasi milenial untuk terjun langsung ke sektor pertanian juga didukung dengan bantuan mekanisasi alat dan mesin pertanian (alsintan). Tujuan dari penyediaan peralatan mesin ini adalah untuk mengubah pola pikir para petani muda masa depan dengan menunjukkan bahwa pertanian dapat dikelola dengan cara yang modern.

Selain itu, mekanisasi mesin terbukti mampu menekan biaya produksi. Sebagai perbandingan, pengolahan lahan secara tradisional dengan cangkul membutuhkan 30 hingga 40 orang per hari, dengan total waktu kerja 240 hingga 400 jam per hektar, dan biaya berkisar Rp2 juta hingga 2,5 juta. Namun bila menggunakan traktor, proses pengolahan lahan hanya membutuhkan dua orang pekerja dengan waktu kerja sekitar 16 jam per hektar, dan biaya yang dikeluarkan lebih murah, antara Rp900.000 hingga Rp1 juta.

Di sektor hilir, petani juga didorong untuk menggunakan teknologi pascapanen agar keuntungannya maksimal. Transaksi produk pertanian melalui pasar misalnya, dapat memperpendek rantai pasok hingga ke tingkat konsumen dan memperluas wilayah pemasaran. Beberapa pasar yang hadir antara lain Agromaret, TaniHub, aplikasi Petani, Sayurbox dan LimaKilo.

Melalui aplikasi tersebut, petani dapat langsung menjual hasil pertaniannya kepada pembeli, baik perorangan maupun badan hukum (supermarket, hypermarket, hotel, dan restoran).

Infrastruktur Pertanian

Pembangunan infrastruktur pangan menjadi fokus upaya peningkatan produksi pangan nasional melalui berbagai langkah strategis. Langkah-langkah tersebut antara lain pembangunan bendungan, irigasi, mekanisasi, serta pembukaan lahan pertanian baru melalui optimalisasi lahan rawa.

Presiden Joko Widodo dalam acara di Jakarta, 31 Juli 2024, mengatakan infrastruktur tidak hanya mencakup sektor konstruksi dan energi, tetapi juga sektor pertanian. Pendanaan infrastruktur, selain Kementerian PUPR, juga dialokasikan ke Kementerian Pertanian dan Kementerian Perhubungan. Atas sumbangsihnya terhadap pembangunan nasional, Jokowi mendapat gelar Mr. Construction Indonesia, sebuah penghargaan yang mengakui fokusnya pada pembangunan infrastruktur yang mencakup berbagai sektor.

Selain itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mendapat penghargaan atas dedikasinya membangun infrastruktur pertanian selama 10 tahun pemerintahan Jokowi. Perlu diketahui, Kementerian Pertanian mencapai pembangunan sektor pertanian secara masif berkat reorientasi anggaran pada tahun 2015-2017. Dana senilai Rp12,2 miliar dialihkan dari kegiatan seremonial ke pembangunan infrastruktur pertanian, termasuk irigasi dan mekanisasi.

Pada periode pertama kepemimpinan Presiden Jokowi, sekitar 3,4 juta hektar sistem irigasi baru yang dilengkapi peralatan pertanian modern dibangun dan diperbaiki. Bantuan berupa lebih dari 300.000 unit alat dan mesin pertanian disalurkan kepada petani di seluruh Indonesia. Selain itu, Kementerian Pertanian juga bekerjasama dengan Kementerian PUPR dalam pembangunan lebih dari 4.000 waduk yang terbukti dapat meningkatkan produktivitas lahan.

Peningkatan produksi pangan dalam negeri juga berdampak pada Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian yang terus meningkat dari Rp 880,4 miliar pada tahun 2014 menjadi Rp 1.005,4 miliar pada tahun 2018. Peningkatan produktivitas pangan ini akan memungkinkan Indonesia mencapai kemandirian pangan. -kecukupan beras. pada tahun 2017, 2019 dan 2020 diantaranya swasembada jagung, bawang merah, paprika, ayam ras, dan telur.

Amran terus melakukan kemajuan dalam infrastruktur pertanian, seperti program pemompaan untuk mengatasi dampak kekeringan dan mengoptimalkan lahan basah yang sebelumnya kurang dimanfaatkan. Program pemompaan ini telah dilaksanakan lebih dari 63.000 unit pompa dengan sasaran mencapai 75.000 unit di seluruh Indonesia. Dampak dari program ini memungkinkan petani meningkatkan frekuensi tanamnya sebanyak tiga kali lipat, terutama di wilayah seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

Selain itu, upaya optimalisasi lahan basah di wilayah Papua Selatan dan Sumatera Selatan juga dilakukan untuk meningkatkan laju tanam dari satu menjadi dua atau tiga kali dalam setahun, bekerja sama dengan TNI. Upaya ini tidak hanya mendukung ketahanan pangan, namun juga mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan yang sebelumnya tidak dikelola.

Perbaikan infrastruktur pertanian yang dibarengi dengan penggunaan varietas padi unggul, serta program intensifikasi dan ekstensifikasi, telah mendorong peningkatan produksi pertanian padi dalam negeri sehingga Indonesia dapat berswasembada.

Kawasan Pusat Produksi Pangan (Food Estate)

Salah satu program swasembada pangan andalan Jokowi adalah Food Estate atau Kawasan Pusat Produksi Pangan. Pembangunan food estate ini merupakan salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024, dalam rangka memperkuat dan menjaga ketahanan pangan serta meningkatkan kesejahteraan petani, khususnya di masa pandemi Covid-19 dan di tengah perubahan iklim. mengubah.

Keberadaan lumbung pangan di setiap daerah menjadi indikasi menguatnya kemandirian pangan yang berdampak positif terhadap ketahanan pangan nasional. Indonesia memiliki 4.868 dapur umum (CFP) yang tersebar di 388 kabupaten dan 33 provinsi di Indonesia.

Dikutip Kementerian Pertanian, dengan berkembangnya khasiat pangan, pengelolaan pertanian tidak lagi dilakukan secara konvensional atau konvensional, melainkan dilakukan dalam skala usaha besar (skala ekonomi) dengan penerapan inovasi teknologi dan pengembangan kelembagaan dan infrastruktur pendukung

Implementasi pengembangan food estate telah dimulai dengan dibangunnya food estate di Provinsi Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak tahun 2020. Berikut wilayah yang telah dibangun food estate.

1. Kalimantan Tengah

Pengembangan pertanian pangan ini telah dilaksanakan sejak pertengahan tahun 2020 di lahan persawahan yang sudah ada sekitar 30.000 hektar (ha), tersebar di Kabupaten Pulang Pisau seluas 10.000 ha dan di Kabupaten Kapuas seluas 20.000 ha.

Pengembangan food estate Kalimantan Tengah pada tahun 2021 akan diperluas menjadi 44.135 hektar. Selama kurun waktu 2020-2021, kegiatan usahatani pangan Kalimantan Tengah menunjukkan hasil yang cukup baik, ditandai dengan peningkatan produktivitas dan produksi bahan pokok yang dikembangkan.

Direncanakan mulai tahun 2022, pengembangan food estate Kalteng terus diperluas hingga mencapai target seluas 70.000 ha. Perluasan ini dilakukan secara bertahap dan seiring dengan pembangunan jaringan pengelolaan air yang dilakukan Kementerian PUPR pada periode 2022-2024.

2. Kabupaten Sumba Tengah

Pengembangan properti pangan fokus pada pengembangan bahan pokok beras dan jagung. Sasaran pembangunan tahun 2022-2024 ditetapkan secara bertahap. Tahun 2022 diperkirakan luasnya 4.709 ha, tahun 2023 seluas 6.350 ha, dan tahun 2024 menjadi 10.000 ha, dengan padi 6.000 ha dan jagung 4.000 ha.

3. Kabupaten Gresik

Pengembangan sifat pangan berfokus pada pengembangan produk mangga yang dipadukan dengan tumpang sari jagung, kacang tanah, kacang hijau dan jeruk nipis, serta budidaya terpadu jagung dengan sapi dan domba.

Bentuk kegiatannya adalah intensifikasi tanaman/ternak yang ada, serta ekstensifikasi. Target pengembangan tanaman pokok mangga sebagai tanaman utama adalah seluas 100 ha pada tahun 2022, berlanjut menjadi 700 ha pada tahun 2023 dan 1.175 ha pada tahun terakhir kegiatan (2024).

4. Kabupaten Garut

Pengembangan sifat pangan bertujuan untuk mengembangkan produk pokok dari cabai, bawang merah, dan kentang. Sasaran intensifikasi dimulai dari 230 ha pada tahun 2022, meningkat menjadi 590 ha pada tahun 2023 dan terakhir menjadi 1.000 ha pada tahun 2024.

5. Kabupaten Temanggung

Pengembangan sifat pangan bertujuan untuk mengembangkan produk seperti bawang merah, bawang putih dan lada. Target pengembangan lahan pertanian pangan pada tahun 2022 dan 2023 masing-masing seluas 400 hektar, dan pada tahun 2024 akan dikembangkan seluas 200 hektar sehingga totalnya mencapai 1000 hektar.

Penghargaan tertinggi FAO

Belum lama ini, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia atau FAO memberikan penghargaan tertinggi kepada Presiden Joko Widodo berupa Agricultural Medal. Diketahui hanya dua presiden Indonesia yang menerima penghargaan tersebut, yakni Jokowi dan Soeharto.

Penghargaan tersebut diterima Jokowi karena dianggap mampu menjaga ketahanan pangan di Indonesia. Jokowi dinilai mampu menjaga tren swasembada pangan sektor beras, karena selama empat tahun pada 2017, 2019, 2020, dan 2021 tidak ada impor beras medium.

Sekadar informasi, Agricultural Medal yang dalam bahasa Latin berarti “petani” ini dianugerahkan oleh FAO kepada tokoh-tokoh global yang dinilai berhasil meningkatkan kesejahteraan sosial melalui penguatan ketahanan pangan global. Penghargaan ini selaras dengan tujuan utama FAO dan mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada tahun 2030.

Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu mengatakan, di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, Indonesia telah menunjukkan kemajuan pesat dalam transformasi sistem pertanian dengan menerapkan prinsip pertanian berkelanjutan. Sekalipun di tengah tantangan global seperti pandemi COVID-19.

“Pada masa pandemi COVID-19, sektor pertanian menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, tumbuh sebesar 2,2 persen. Angka kemiskinan di Indonesia juga terus menunjukkan penurunan yang konsisten,” ujarnya.

Saat menerima penghargaan dari Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu, Jokowi mengatakan sektor pertanian di Indonesia pada masa pandemi Covid-19 berhasil terus tumbuh sebesar 1,7% pada tahun 2023 dan memberikan kontribusi sebesar 12,5% terhadap PDB nasional.

Semua itu tidak lepas dari peran serta seluruh komponen bangsa dalam mewujudkan ketahanan kemerdekaan bangsa, kata Jokowi.

Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, namun realisasi swasembada pangan di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan, seperti perubahan iklim yang mempengaruhi pola tanam, alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman atau industri, dan terbatasnya akses petani terhadap teknologi maju. Selain itu, persaingan harga dengan produk impor yang seringkali lebih murah juga menjadi kendala dalam mencapai kemandirian pangan.

Tekad Prabowo untuk mempercepat swasembada pangan Indonesia

Dalam pidato pertamanya sebagai presiden kedelapan RI, Prabowo Subianto menegaskan bahwa ketahanan dan kemandirian pangan menjadi prioritas utama pemerintah. Menurutnya, ketahanan pangan merupakan langkah strategis yang penting untuk menjamin kesejahteraan dan kemandirian bangsa dalam konteks tantangan global yang semakin kompleks.

Saya tegaskan, dalam waktu sesingkat-singkatnya kita harus mencapai swasembada pangan. Kita harus mampu memenuhi dan memproduksi kebutuhan pangan seluruh rakyat Indonesia, kata Prabowo dalam pidato pembukaannya di Gedung MPR, Senayan. Jakarta , Minggu (20/10/2024)

Didukung para ahli, Presiden Prabowo menargetkan dalam 4-5 tahun ke depan, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya secara mandiri dan siap menjadi keranjang pangan dunia. Ia juga mengingatkan akan risiko ketergantungan impor pangan, terutama dalam situasi krisis global.

“Kita tidak boleh bergantung pada sumber pangan luar. Dalam situasi kritis, tidak ada yang mengizinkan kita membeli produk mereka,” tegasnya.

Prabowo mengungkapkan Indonesia mempunyai potensi besar untuk mengembangkan sektor pertanian dan mengurangi ketergantungan impor pangan. Beliau menekankan pentingnya kolaborasi nasional untuk mengentaskan kemiskinan dan kelaparan serta menyerukan seluruh pemimpin dan masyarakat untuk bekerja sama mencapai ketahanan pangan dan kesejahteraan nasional.

Isu-isu global seperti perubahan iklim, ketidakstabilan ekonomi dan kemajuan teknologi juga menjadi perhatian utama dalam strategi ketahanan pangan jangka panjang.

“Ini masa depan bangsa dan kita semua harus terlibat dalam pembangunannya,” imbuhnya.

Untuk mencapai tujuan swasembada pangan, telah disiapkan beberapa langkah khusus yang melibatkan sinergi antar kementerian, lembaga, dan sektor swasta. Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menjelaskan strategi Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai swasembada pangan dalam lima tahun. Salah satunya dengan memanfaatkan lahan di luar Pulau Jawa. Menurut Zulhas, saat ini sangat sulit membuka lumbung pangan di Pulau Jawa.

“Jadi masa depan pertanian padi, gula, dan jagung ada di Papua. Sekarang kita sedang mencoba menyusun rancangan undang-undang tersebut di Merauke,” kata Zulhas usai pelantikan Kabinet Putih dan Merah di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (21/10).

Zulhas mengatakan Pulau Sulawesi juga memiliki potensi sebagai gudang pangan. Begitu pula sebagian Pulau Sumatera. Saat ini pihaknya sedang mengkaji kemungkinan pembukaan dapur umum berbasis klaster. Misalnya cengkeh dan coklat di Sulawesi; kopi, lada dan kelapa di Sumatera.

“Jadi bukan hanya beras, bukan hanya gula, bukan hanya jagung, tapi juga produk protein,” ujarnya.

Kementerian Pertanian yang dipimpin Menteri Amran Sulaiman juga berkomitmen meningkatkan produksi pangan nasional. Pihak Anda telah menyiapkan langkah-langkah strategis yang dituangkan dalam rencana swasembada pangan. Hal itu disampaikan Amran saat memberikan materi program swasembada pangan pada rangkaian acara retret Menteri Kabinet Merah Putih di Magelang pada Sabtu (26/10).

“Pada tahun 2024, Kementerian Pertanian melakukan reorientasi anggaran untuk mencapai target produksi beras, sebagai bagian dari upaya percepatan produksi pangan. Pemerintah melakukan reorientasi anggaran sebesar Rp1,7 miliar. Melalui optimalisasi tersebut menghasilkan surplus produksi. sebesar 1,13 juta ton beras dengan nilai total “Kebijakan yang tepat ini berhasil meningkatkan produksi beras pada Agustus-Oktober 2024 yang dicatat oleh BPS,” kata Amran.

Selain Strategi Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pertanian untuk menjamin keberhasilan swasembada pangan, Kementerian Pertanian menerapkan strategi intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian. Kementerian Pertanian juga akan merevitalisasi waduk-waduk baru untuk mendukung irigasi yang efektif dan efisien.

Di sisi lain, petani milenial dan generasi Z terlibat aktif dalam transformasi pertanian, menggali potensi geografis dan topografi, serta beradaptasi dengan iklim dan budaya setempat. Dengan beralih ke pertanian modern, diharapkan biaya produksi dapat ditekan hingga 50% dan produksi dapat meningkat hingga 100%.

Selain itu, Amran mengatakan pihaknya juga akan berkolaborasi lintas kementerian, seperti dengan Menteri BUMN Erick Thohir, untuk mengoptimalkan sumber daya dan investasi jangka panjang di sektor pertanian dan infrastruktur pendukungnya. Erick menyoroti peran BUMN dalam mendukung akses petani terhadap permodalan dan teknologi.

Di sektor logistik, para pengusaha telah berkomitmen untuk memperkuat rantai pasokan pangan, mengoptimalkan transportasi dan distribusi untuk meminimalkan biaya dan mempersingkat waktu pengiriman. Selain itu, Bank Tanah cabang juga menyiapkan lahan untuk mendorong swasembada pangan, seperti Luhu di Maluku, Poso di Sulawesi Tengah, dan Tapanuli Selatan di Sumatera Utara.

Dukungan juga datang dari Polri yang berencana mengangkat lulusan sekolah profesi pertanian sebagai bintara. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan teknis di bidang pangan dan memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk berperan di sektor pertanian.

Kolaborasi yang melibatkan pemerintah, swasta, dan lembaga pendidikan ini bertujuan untuk mendorong Indonesia mencapai ketahanan dan swasembada pangan dalam lima tahun ke depan sebagai bagian dari strategi besar Prabowo untuk mencapai kemandirian pangan dan mengurangi ketergantungan pada impor. (prf/ega)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top