Jakarta –
Pemerintah mempunyai strategi nasional untuk mengadopsi transportasi berbasis hidrogen pada tahun 2031. Apakah menurut Anda hal itu dapat dicapai?
Perlu diketahui bahwa proses produksi hidrogen berbeda. Sebenarnya hidrogen tidak memiliki warna, namun sebaliknya hidrogen berwarna abu-abu, biru dan hijau.
Saat ini, sebagian besar hidrogen berwarna abu-abu. Hidrogen ini berasal dari bahan bakar fosil seperti gas alam atau batu bara. Tentu saja jejak karbon masih ada. Selanjutnya, hidrogen biru dapat diperoleh dari biomassa, dan terakhir, hidrogen yang benar-benar murni, yaitu hidrogen hijau, yang berasal dari air, sebagai hasil reaksi antara hidrogen dan oksigen.
Peneliti Prof Eng Ir Deendarlianto ST M.Eng dari Fakultas Teknik Universitas Gajah Muda (UGM) mengatakan hidrogen berpotensi menjadi bahan bakar alternatif di masa depan. Hidrogen juga menjadi jawaban atas perubahan bahan bakar di berbagai sektor, seperti sektor transportasi dan pembangkit listrik.
“Saat pemerintah mengumumkan kita akan mulai mendapatkan hidrogen pada tahun 2031. Pengetahuan masyarakat tentang hidrogen masih belum cukup, saat ini kami belum memiliki rencana,” kata Dindarlanto.
Dean yang bernama Deendarlianto memulai penelitian terkait hidrogen. Penelitian ini didukung dan didanai oleh banyak pihak baik dari pemerintah maupun industri.
Fokus utama penelitian ini terkait dengan produksi hidrogen ramah lingkungan. Spesies ini diproduksi dengan cara yang ramah lingkungan. Sejauh ini penelitian tersebut masih dalam tahap penelitian dan pengembangan. Untuk dapat memanfaatkannya dalam kehidupan nyata, pemerintah perlu mengedukasi masyarakat tentang hidrogen.
“Masalah utamanya adalah teknologi yang mahal, murah, dampak sosial yang kuat, kurangnya perencanaan pemerintah yang komprehensif dan kurangnya dukungan dari pemangku kepentingan lainnya,” jelasnya.
Ia menambahkan, rencana Indonesia melaksanakan NZE 2060 sudah bagus, namun ia mempertanyakan siapa yang akan menangani misi sakral tersebut.
“Kalau kita lihat roadmap NZE 5 tahun sekali, perencanaannya bagus. Masalahnya siapa yang mengontrol dan juga komitmen pelaksanaannya,” ujarnya.
Khususnya dari sektor transportasi, untuk menjalankan NZE perlu mencari alternatif teknologi yang juga ramah lingkungan.
“Transportasi ya. Ya, menurut riset kami, khususnya kebijakan energi tahun 2019, untuk memenuhi target emisi tahun 2030 di sektor transportasi, jawabannya bukanlah solusi yang universal. jawabannya,” jelas Dean.
“Ada energi campuran, sumber energi terbarukan yang sedang kami kembangkan. Ada persentase tertentu dari biofuel sebagai sumbernya, lalu persentase tertentu untuk melaksanakan mandat E5, lalu gas alam sebagai bagian dari transisi energi kita. Tidak bisa dilupakan peran mobil listrik. “Ada juga,” ujarnya.
“Saat pemerintah mengumumkan kami akan mulai memperkenalkan hidrogen pada tahun 2031. Pengetahuan masyarakat tentang hidrogen masih belum cukup, kami belum memiliki rencana saat ini,” jelasnya.
Hidrogen merupakan salah satu ladang baru yang ditemukan di Indonesia yang tentunya menjadi sebuah tantangan. Setelah belajar dari negara-negara yang telah mengadopsi hidrogen, rantai pasokan juga menjadi perhatian.
“Saya kira hidrogen akan masuk ke sektor transportasi. Namun tidak pada tahun 2031. Satu hal yang sangat sulit dipertahankan adalah rantai pasoknya, apalagi hidrogen hijau, hidrogen yang tidak hijau, hijau ini. Sulit,” kata Dr Aloysius Joko Purwanto, pakar energi dari ASEAN and East Asia Economic Research Institute (ERIA) di Jakarta Selatan, berbicara kepada ANBALI NEWSOto, Kamis (10/10/2024).
“California misalnya, sudah ada bahan bakar sel bahan bakar, sempat dijual di California. Tapi SPBU tersebut ditutup karena ketersediaan hidrogennya tidak mencukupi, padahal belum green hydrogen,” jelasnya. Tonton video “Teknologi sederhana ini memungkinkan mobil listrik Audi ‘menyedot’ polusi” (belakang/kering)