Kapal Singapura Maling Pasir di Batam Diciduk, 2 Fakta Mengejutkan Terkuak

Jakarta –

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menghentikan dua kapal keruk berbendera Singapura yang mencuri pasir laut di Batam, Kepulauan Riau. Diketahui dua kapal tersebut tidak memiliki dokumen perizinan yang diperlukan.

Direktur Jenderal Pengawasan Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saxono alias Ipunk mengatakan, dalam pemeriksaan tersebut, kapal MV YC 6 berukuran 8.012 GT dan MV ZS 9 berukuran 8.559 GT bergerak dalam penambangan pasir laut. Wilayah Indonesia tidak mematuhi peraturan perundang-undangan.

Ipunk menjelaskan, kapal penyedot pasir tersebut membawa pasir sebanyak 10.000 meter kubik dan membawa 16 anak buah kapal (ABK) yang terdiri dari 2 warga negara Indonesia, 1 warga Malaysia, dan 13 warga negara Tiongkok. Selain itu, ada dua fakta mengejutkan lagi mengenai pencurian pasir laut, yaitu: 1. Bolak-balik sebanyak 10 kali dalam sebulan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, kapal pencuri pasir kerap masuk ke perairan Indonesia. Faktanya, Anda bisa melakukan hingga 10 perjalanan dalam sebulan tanpa dokumen izin yang sah.

“Menurut pengakuan nakhoda, mereka sering masuk ke wilayah Indonesia. Dalam sebulan, mereka bisa masuk ke tempat ini (Indonesia) bahkan 10 kali tanpa izin,” kata Ipunk dalam keterangan resmi, Sabtu (12/10/2024). ). .

“Saya bahkan tidak punya surat-surat kapal, yang ada hanya akta kapten dan akta kelahiran,” tegasnya. Memompa 10.000 meter kubik pasir dalam 9 jam

Kapal pencuri pasir laut ini mampu memompa air sekitar 10.000 m3 selama 9 jam. Karena kapal tersebut bisa bolak-balik 10 kali dalam sebulan, berarti Indonesia telah mencuri sekitar 100 m3 pasir laut.

“Mereka memompa pasir selama 9 jam dan mendapat 10.000 (meter kubik) dalam 3 hari sekali perjalanan. Kapal ini bisa datang ke sini 10 kali dalam sebulan,” jelasnya.

Artinya kapal ini bisa mencuri 100.000 meter kubik pasir laut Indonesia dalam satu bulan, tambah Ipunk Lagi.

Terkait penangkapan tersebut, Ipunk juga menjelaskan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimen Laut merupakan salah satu landasan hukum penertiban wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Negara bertanggung jawab melindungi dan melestarikan lingkungan laut.

Oleh karena itu, negara hadir untuk menertibkan sebagai komitmen penerapan ekologi sebagai panglima, agar pengelolaan sumber daya kelautan berkelanjutan dan sesuai aturan. Jika mengelola laut dengan baik, maka negara akan mampu mengelola sumber daya kelautan dengan baik. Pemerintah bisa memastikan semuanya sesuai aturan yang ada, tapi kalau tidak nyaman, kami baik-baik saja,” ujarnya.

Ia kemudian mencatat, PSDCP akan terus memantau dan menertibkan kapal pengerukan ilegal yang beroperasi di perairan lain sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Nomor 12 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 “Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah” dan bukan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2023. 2022. Karya penciptaan.

“BPK hadir untuk melakukan sidak. Kami berharap bisa menjaga ketertiban. Melalui model ini, pemerintah turun langsung menerapkan aturan yang ada bagi badan usaha dan sahabat pemerintah daerah,” jelasnya.

Dalam konteks itu, Victor Gustaaf Manoppo, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut dan Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), menjelaskan PP 26 Tahun 2023 tidak memuat keseragaman kewenangan pengelolaan hasil sedimentasi. dikeluarkan oleh pemerintah.

“Tidak ada satupun izin yang dikeluarkan kepada siapapun atas perintah PKC. Sedangkan untuk penanganan langsung hasil sedimentasi. Perkiraan total potensi kerugian negara dari kegiatan ini dalam satu tahun adalah 100.000 meter kubik dikalikan 12 bulan. Jika pasirnya diekspor, total kerugian negara ratusan ribu per tahun bisa mencapai miliaran,” ujarnya

“Sumber daya laut (pasir laut) ini mungkin lebih banyak, belum lagi izin-izin lainnya,” tegasnya.

Saksikan: Kapal nelayan Filipina mencuri ikan di Laut Sulawesi

(jam/jam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top