Jakarta –
Menteri Koordinator Zulkifli Hassan (Zulhas) memastikan beras produksi dalam negeri tidak dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% mulai berlaku pada 2025.
Ketimbang beras produksi dalam negeri, Zulhas mengatakan jenis beras yang akan dikenakan PPN sebesar 12 persen adalah beras unggulan yang diproduksi di luar negeri atau dikenal dengan beras impor. Ia mencontohkan salah satunya, nasi Shirataki dari Jepang.
“Oleh karena itu, beras medium premium tidak terpengaruh (PPN 12%). Jadi yang suka makanan Jepang, Shirataki, menurut saya,” kata Zulhas saat jumpa pers rapat koordinasi CPP 2025, Senin (23/12/2024).
Singkatnya, tidak ada makanan, apa pun (yang diproduksi) di dalam negeri yang dikenakan (PPN 12%). Kecuali beras seperti beras Jepang khususnya, ”tegasnya suatu kali
Pada kesempatan yang sama, Ibu Arief Prasetyo Adi, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Bapak Arief Prasetyo Adi menyampaikan bahwa beras yang diproduksi di dalam negeri tidak dikenakan pajak pertambahan nilai.
“Dalam bahasa Kementerian Keuangan dikatakan harga populer, namun nyatanya bukan beras populer, melainkan beras Istimewa. Bahkan bukan dalam negeri (dengan PPN 12%). Karena kita sedang menggalakkan produksi dalam negeri,” kata Ariev saat jumpa pers usai Rakor CPP 2025.
Oleh karena itu, beras khusus diimpor, (untuk kebutuhan) hotel dan restoran. Itu kita butuhkan, karena kita mendorong produksi dalam negeri.
Pak Arief menambahkan, pemerintah akan menanggung sebagian tarif PPN untuk bahan pokok lainnya seperti MinyaKita, Tepung Industri dan Gula. Dalam hal ini, menurut dia, 1% dari tarif Pajak Pertambahan Nilai 12% akan ditanggung pemerintah (DTP), sehingga masyarakat tetap membayar PPN sebesar 11% saja atas produk tersebut.
“Kemarin saya bicara dengan Menko Airlangga, hal serupa, jadi beras premium menengah tidak terpengaruh. Pemerintah soal konsumsi gula, pemerintah juga bertanggung jawab,” jelasnya.
Saksikan juga video “Airlangga pastikan transaksi QRIS dan e-toll tidak dikenakan PPN 12%”:
(fdl/fdl)