Denpasar –
Penerbit perjalanan asal AS, Fodor’s, telah memasukkan Bali ke dalam daftar 15 destinasi yang tidak boleh dikunjungi pada tahun 2025. Klaim ini telah banyak dibantah!
Dalam tulisannya, Fodor menilai Bali sedang mengalami pariwisata atau pariwisata.
Dalam artikel berjudul “Lima Belas Destinasi yang Akan Dikaji Ulang pada tahun 2025,” Fodor menyatakan, “Pembangunan yang tidak terkendali akibat pariwisata telah melanggar habitat alami Bali, mengikis warisan lingkungan dan budayanya, serta menciptakan ‘kiamat plastik’.
Tjokorda Bagus Pemayun, Ketua Dinas Pariwisata Negara Bali (DISPAR), menolak penilaian tersebut. Ia menegaskan, Pulau Dewata masih layak dikunjungi wisatawan mancanegara.
Senin (25/11/2024) seperti disebutkan dalam ANBALI NEWSbali “Bali menurut saya sangat menarik untuk dikunjungi. Bukan hanya sekarang, tapi selamanya,” kata Pemayun.
Pemain berharap pada tahun 2025, wisatawan mancanegara tidak ragu lagi berwisata ke Bali. Penerbit konten perjalanan tersebut menilai referensi Fodor belum lengkap karena hanya berfokus pada wilayah padat penduduk di Bali bagian selatan.
“Kami akui di Bali Selatan (wisatawan) masih terkonsentrasi di sana,” ujarnya.
Pemayun membantah situasi pariwisata Bali sedang over-tourism atau berlebihan. Hingga tahun 2019, tingkat okupansi kamar hotel di sekitar Bali rata-rata mencapai 80 persen. Sebagian besar kamar hotel terletak di wilayah selatan Bali.
PHRI juga menambahkan, “Kalau peak season kadang 90 persen. Tapi kalau rata-rata, itu seluruh Bali.”
Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Tjokorda Oka Arta Ardana Sukawati atau Kok Aceh dianggap sebagai destinasi yang tidak layak dikunjungi wisatawan asing pada tahun 2025 karena alasan pariwisata atau pariwisata, kata Bali.
Dia dengan keras membantah tuduhan Fodor. Pariwisata di Bali memang tidak ada, kata Very Ace, Senin (25/11/2024).
Sangat Ace kemudian membandingkan Bali dengan kawasan dari Singapura. Bali berukuran delapan kali lebih besar dari Singapura, dan pariwisatanya tidak berlebihan.
“Jumlah wisatawannya hanya seperenam. Padahal, dibandingkan daerah, tidak bisa disebut over-tourism, hanya regulasinya yang perlu diperbaiki.”
Wagub Bali memaparkan dasar dan kriteria daya tarik pariwisata Bali. Menurutnya, belum dilakukan kajian daya dukung atau data daya dukung baik dari alam, masyarakat, dan budaya Bali.
“Meskipun terjadi kepadatan di banyak tempat, hal ini disebabkan oleh kurangnya infrastruktur yang memadai dan izin operasional yang tidak diatur dan tidak teratur,” kata Kok Ace.
Dampaknya tidak hanya kemacetan lalu lintas, namun juga masalah kenyamanan dan keamanan wisatawan.
“Jadi jangan menyebut Bali over-tourism, apalagi membuat wisatawan enggan datang ke Bali, itu terlalu ekstrim dan paradoks,” ujarnya. Saksikan “Video: Bali Masuk Daftar Tempat yang Tidak Boleh Dikunjungi Tahun 2025” (wsw/wsw)